Thursday, March 17, 2022

                                                         Belajar di RRI, Siapa Mau?

 

Pandemi Covid 19 belum reda meski usianya sudah dua tahun. Usia yang begitu lama bagi dunia pendidikan. Tidak ayal, pandemi covid telah merusak semua tatanan kehidupan kita semua. Kehidupan Sosial, ekonomi, religi dan pendidikan semua porak poranda di hantam badai covid. Meski ada lahan bisnis yang mengalami lonjakan sangat drastis dan mengantungi keuntungan yang sangat besar yaitu dunia digital dan alat komunikasi virtual seperti zoom,webex, dan kelas maya seperti Google classroom, schoology, moodle dan sejenisnya. Produk digital keluaran google jenis ini  meraup keuntungan yang begitu signifikan selama pandemi, dimana semua kegiatan formal tatap muka beralih kepertemuan maya secara virtual dengan zoom dan sejenisnya. Hampir semua sektor formal menggunakan jasa virtual ini baik perusahaan swasta,  lembaga pemerintah, dunia pendidikan baik swasta maupun negri  hampir semua beralih ke dunia maya ini. Rapat, belajar hingga workshop dan webinar semua di lakukan secara virtual. Untuk kebutuhan ini Telkom sudah barang tentu kecipratan rezekinya. Kebutuhan akan pulsa dan wifi meningkat tajam. Penjualan segala produk  yang di butuhkan masyarakat sukses dan laris manis.

Diantara semua keuntungan dan kegemilangan yang di raih perusahaan-perusahaan tersebut, adalah dunia pendidikan yang paling merugi diatas kerugian ekonomi yang mungkin masih bisa di tutupi meski kembang kempis namun tetap hidup. Namun siapa yang akan bisa membayar waktu yang hilang begitu saja dari anak-anak kita? Mereka adalah aset bangsa. Bentuk kerugiannya tak terlihat atau dapat dihitung seperti ekonomi dan sosial. Namun dapat dilihat dari hilang dan kurangnya kompetensi yang di capai oleh siswa. Berapa banyak kompetensii yang dapat di capai dan seberapa dalam kompetensi yang di kuasai oleh siswa. Bagaimana cara mengukur kompetensi tersebut sementara kesempatan mengungkapkan pendapat secara lisan maupun tulisan tidak dapat di lakukan secara maksimal melalui kelas virtual yang ada. Belum lagi motivasi siswa untuk belajar perlu di pompa secara baik dan berdisiplin. Kemauan belajar yang lemah semakin tak terkendali karna guru sulit mengontrol siswa secara langsung, kemampuan orangtua dalam mengawasi anak2 mereka di rumah juga lemah karna faktor kesibukan bekerja di kantor atau di luar rumah, pengawasan penggunaan handphone yang sangat leluasa bagi siswa, tingkat pendidikan dan kelemahan orang tua dalam mendisiplinkan anak2 mereka untuk mau belajar dan mengerjakan tugas. 

Untuk mendorong dan membantu siswa belajar  yang di lakukan oleh guru baik melalui daring dari rumah maupun sekolah dengan PTM terbatas, pemerintah dalam hal ini RRI sebagai badan penyiaran publik yang bekerjasama dengan Dinas pendidikan setempat meluncurkan program pembelajaran dari rumah melalui Pro2 FM sejak Maret 2021.  Program ini di luncurkan untuk membantu pemerintah memutuskan rantai penyebaran covid 19 dengan melakuan pembelajaran dari rumah. 

Direktur Utama LPP RRI M Rohanudin mengatakan bahwa RRI melaksanakan program belajar yaitu guru keliling dari rumah kerumah dan 'Belajar di Pro 2FM' di seluruh Indonesia dengan waktu antara pukul 10-11 Wib atau menyesuaikan dengan waktu belajar daerah setempat. Program Belajar di Pro 2 FM ini dilakukan secara interaktif  baik dari rumah maupun studio RRI dengan sambungan telefon dan virtual meeting. Menurut Rohanudin, siaran  Belajar di RRI ini telah di akses oleh tidak kurang dari 8000 pengakses yang memanfaatkan siaran ini. 

Bagaimana dengan program siaran Belajar di Pro 2 RRI Samarinda ? RRI Samarinda tentu tidak ingin kalah dengan daerah lain. Siaran belajar dari Pro 2 ini dilakuaknkan secara  virtual interaktive  melalui facebook. Sehingga  para pelajar dapat dengan mudah mengikutinya apalagi facebook adalah salah satu media sosial yang populer di kalangan masyarakat dan siswa. 

Namun pembelajaranyang disiarkan  oleh Pro2 RRI life  melalui facebook tersebut, tidak dibarengi dengan antusiasme siswa. masih sangat minim. Terlihat dari jumlah peserta yang mengikuti secara life yang berjumlah kurang dari 30 peserta dalam setiap siaraannya. Beberapa siaran  bahkan hanya diikuti oleh kurang dari 5  hingga10 peserta, bahkan tanpa peserta  pembelajar sama sekali. Padahal guru yang yang mengajar sudah meyediakan materi yang cukup menarik dengan menggunakan quis interaktif seperti quiziz. Bahkan karna tidak adanya peserta yang mengikuti secara life,  maka penyiar radio yang berlaku sebagai moderator lah yang  harus  berlaku sebagai siswa untuk mengikuti quis tersebut.  Sungguh sangat di sayangkan. 

Dari fenomena tersebut maka penulis mencoba mengumpulkan polling kebeberapa sekolah untuk melihat sejauh mana para siswa mengenal siaran belajar dari RRI ini.  Dari data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa media informasi terbanyak yang di gunakan adalah You tube sebanyak 69, 4%, Televisi 51 % dan media Radio 3.6 persen. Ketika di tanya apakah mereka berminat belajar melalui RRI yang mengadakan progam belajar, dari 111 responden hanya 45 persen menyatakan siap dan mau belajar, selebihnya sekitar 39 persen tidak bersedia dan sisanya masih ragu. Bila melihat dari pengenalan siswa terhadap media radio yang sangat rendah, maka sangat mungkin bahwa pembelajaran melalui radio kurang mendapat tempat di hati para siswa. Dari data yang di kumpulkan menunjukkan betapa partispasi siswa dalam mengikuti pembelajaran masih belum optimal. Agaknya pihak terkait seperti Dinas pendidikan dan pihak RRI sendiri harus melakukan upaya agar siaran radio mendapat tempat di hati para pelajar di bawah usia 18 tahun. Sosialisasi dan promo yang  menarik kepada siswa sangat perlu di lakukan sehingga acara yang di kemas cantik dalam siarannya tidak  terkesan mubazir. 

Pandemi yang awalnya membuat siswa  tak ingin berlama-lama tinggal dan belajar dari rumah membuat sebagian jadi terasa 'terbiasa' dirumah dan kurang struggle dengan kebiasaan baru untuk tetap belajar dimanapun dan dalam platform yang beragam. Menumbuhkan kemauan siswa untuk belajar tentu tidak cukup hanya dengan  himbauan saja namun perlu sentuhan dan upaya untuk tetap belajar. Siswa adalah aset bangsa. Learning loss yang di alami selama pandemi karena harus belajar sendiri dirumah, mengerjakan tugas dimana  tentu tugas yang dikerjakan pun belum tentu di kuasai dengan baik. Hal ini juga menyulitkan siswa untuk bisa stay tune dengan pembelajaran yang di sampaikan guru secara virtual.

Meski belajar di RRI bukanlah sebuah paksaan bagi siswa, program belajar-mengajar di RRI adalah program yang harusnya didukung dan di apresiasi. Bentuk dukungan yang paling besar adalah masyarakat, orang tua siswa dan partisipasi siswa sendiri.Meski RRI mungkin akan bersikap seperti matahari, ada atau tidak ada yang memakai ia akan tetap terbit dan bersinar setiap hari. Namun apakah kehadiran seorang guru yang sudah berupaya sedemikian rupa juga harus seperti matahari? Tidak ada yang lebih menyenangkan seorang guru yang sedang mengajar kecuali mendapatkan respon yang positip dari siswa dan siswa yang diajar paham akan apa yang di ajarkannya. 


No comments:

Post a Comment